Sabtu, 02 November 2013

Bias semangat “Sumpah Pemuda”





Perjalan menuju lahirnya bangsa Indonesia bukanlah hal yang mudah. Sejarah telah mencatat betapa heroiknya perjuangan yang dilakukan leluhur kita melawan penjajah asing di negeri ini. Pembangkan atas dasar kesadaran terhadap penindasan pun tak pernah surut, bahkan menjadi benang merah anak-anak bangsa dari setiap daerah untuk terus berkomitmen demi sebuah kemerdekaan.

28 Oktober 1928 pada Kongres Pemuda II Indonesia.yang dihadiri oleh berbagai wakil organisasi kepemudaan diantaranya Jong Java, Jong Batak, Jong, Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond,dan Jong Ambon, serta pengamat dari pemuda Tiong Hoa seperti Kwee Thiam Hong, John Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang, dan Tjoi Djien Kwie. Menghasilkan ikrar bersama yang disebut sebagai Sumpah Pemuda.

Sumpah Pemuda bukan sekedar barisan kalimat padu yang dirajut tanpa makna. Sebagai sebuah sumpah, Ikrar yang di buat adalah semangat anak-anak bangsa untuk bersatu dan membuat gerakan-gerakan kepemudaan sebagai aktualisasi diri menuju bangsa yang merdeka. Semangat yang lahir demi kemerdekaan keluarga mereka, daerah mereka berasal dan rakyat yang menanti kehidupan yang lebih humanis dan bermartabat.

Potret degradasi
Kondisi kekinian pemuda sebagai penerus bangsa hari ini seakan tereduksi oleh perkembangan teknologi. Tidak jarang pola hidup matrealis dan hedonis terlihat lebih dominan dikalangan pemuda. Kepedulian terhadap hal-hal kebangsaan kalah pamor dengan perkembangan gadget dan life style selebritas. Ruang-ruang diskusi dan gerakan sosial yang dilakukan aktivis kampus pun semakin kurang.

Ironisnya yang menjadi konsumsi publik hari ini ialah perpecahan yang muncul di dunia kampus. Tawuran yang seakan menjadi tradisi di beberapa kampus atas ego fakultas, daerah, dan golongan menciderai nilai intelektualitas dalam diri mahasiswa itu sendiri. Perpecahan begitu mudahnya tersulut atas api egosentris ataupun doktrin turun temurun. Sebuah distorsi dari pemaknaan ikrar Pemuda yang menjunjung persatuan bangsa yang besar.

Refleksi 85 tahun
Peringatan hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2013 dimaknai berbeda dari setiap kampus di Indonesia. Di Makassar, gabungan mahasiswa menggelar aksi demonstrasi diberbagai titik dan di depan kampus mereka. Di Fly over urip Sumiharjo, mahasiswa yang berasal dari lintas kampus di Makassar seperti UNHAS,UMI,UNM,UNISMUH, dan UIN berorasi tentang kegelisahan mereka terhadap berbagai polemik bangsa yang tak kunjung selesai. Penyelesaian kasus kejahatan –kejahatan yang dilakukan aparatur Negara dan kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat menjadi tuntuan mahasiswa.

Di Malang, Ratusan mahasiswa di Malang, Jawa Timur, yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), menggelar aksi di jalan Veteran, Kota Malang, dalam rangka Hari Sumpah Pemuda. Mereka mengecam investor asing yang masuk ke Indonesia, yang dinilai hanya merugikan rakyat dan negara. Sementara di Bandung, di kampus ITB memaknai hari Sumpah Pemuda dengan bentuk gerakan yang sederhana yaitu mengenakan Jas Alamamater ITB sebagai bentuk persatuan mereka, kabinet KM ITB berharap bahwa mahasiswa ITB semakin tergerak untuk memberikan karya-karya kongkret kepada masyarakat, lingkungan dan negara Indonesia ini.

Pelajar, Mahasiswa, kaum muda di Indonesia harus memaknai peringatan Sumpah Pemuda lebih dari kegiatan seremonial tahunan belaka. Melainkan dengan gerakan-gerakan sosial dan karya nyata yang dihasilkan anak bangsa demi negeri yang di cintainya ini. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Sumpah Pemuda merupakan cerminan semangat kaum muda masa lalu untuk bersatu melawan penindasan pada masanya. Hari ini tantangan yang dihadapi Indonesia jauh lebih besar, dan sudah merupakan tugas Pemuda untuk kemudian menjawabnya.