Perjalan
menuju lahirnya bangsa Indonesia bukanlah hal yang mudah. Sejarah telah
mencatat betapa heroiknya perjuangan yang dilakukan leluhur kita melawan
penjajah asing di negeri ini. Pembangkan atas dasar kesadaran terhadap
penindasan pun tak pernah surut, bahkan menjadi benang merah anak-anak bangsa
dari setiap daerah untuk terus berkomitmen demi sebuah kemerdekaan.
28 Oktober 1928 pada Kongres Pemuda II Indonesia.yang dihadiri oleh
berbagai wakil organisasi kepemudaan diantaranya Jong Java, Jong Batak, Jong,
Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond,dan Jong Ambon, serta
pengamat dari pemuda Tiong Hoa seperti Kwee Thiam Hong, John Lauw Tjoan Hok,
Oey Kay Siang, dan Tjoi Djien Kwie. Menghasilkan ikrar bersama yang disebut
sebagai Sumpah Pemuda.
Sumpah Pemuda bukan sekedar barisan kalimat padu yang dirajut tanpa
makna. Sebagai sebuah sumpah, Ikrar yang di buat adalah semangat anak-anak
bangsa untuk bersatu dan membuat gerakan-gerakan kepemudaan sebagai aktualisasi
diri menuju bangsa yang merdeka. Semangat yang lahir demi kemerdekaan keluarga mereka, daerah
mereka berasal dan rakyat yang menanti kehidupan yang lebih humanis dan
bermartabat.
Potret degradasi
Kondisi kekinian pemuda sebagai penerus bangsa hari ini
seakan tereduksi oleh perkembangan teknologi. Tidak jarang pola hidup matrealis
dan hedonis terlihat lebih dominan dikalangan pemuda. Kepedulian terhadap
hal-hal kebangsaan kalah pamor dengan perkembangan gadget dan life style
selebritas. Ruang-ruang diskusi dan gerakan sosial yang dilakukan aktivis kampus
pun semakin kurang.
Ironisnya yang menjadi konsumsi publik hari ini ialah
perpecahan yang muncul di dunia kampus. Tawuran yang seakan menjadi tradisi di
beberapa kampus atas ego fakultas, daerah, dan golongan menciderai nilai
intelektualitas dalam diri mahasiswa itu sendiri. Perpecahan begitu mudahnya
tersulut atas api egosentris ataupun doktrin turun temurun. Sebuah distorsi
dari pemaknaan ikrar Pemuda yang menjunjung persatuan bangsa yang besar.
Refleksi 85 tahun
Peringatan hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2013 dimaknai
berbeda dari setiap kampus di Indonesia. Di Makassar, gabungan mahasiswa
menggelar aksi demonstrasi diberbagai titik dan di depan kampus mereka. Di Fly
over urip Sumiharjo, mahasiswa yang berasal dari lintas kampus di Makassar
seperti UNHAS,UMI,UNM,UNISMUH, dan UIN berorasi tentang kegelisahan mereka
terhadap berbagai polemik bangsa yang tak kunjung selesai. Penyelesaian kasus kejahatan
–kejahatan yang dilakukan aparatur Negara dan kebijakan pemerintah yang tidak
pro rakyat menjadi tuntuan mahasiswa.
Di Malang, Ratusan mahasiswa di Malang, Jawa Timur, yang
tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), menggelar aksi di jalan
Veteran, Kota Malang, dalam rangka Hari Sumpah Pemuda. Mereka mengecam investor
asing yang masuk ke Indonesia, yang dinilai hanya merugikan rakyat dan negara.
Sementara di Bandung, di kampus ITB memaknai hari Sumpah Pemuda dengan bentuk
gerakan yang sederhana yaitu mengenakan Jas Alamamater ITB sebagai bentuk persatuan
mereka, kabinet KM ITB berharap bahwa mahasiswa ITB semakin tergerak untuk
memberikan karya-karya kongkret kepada masyarakat, lingkungan dan negara
Indonesia ini.
Pelajar, Mahasiswa, kaum muda di Indonesia harus memaknai
peringatan Sumpah Pemuda lebih dari kegiatan seremonial tahunan belaka.
Melainkan dengan gerakan-gerakan sosial dan karya nyata yang dihasilkan anak
bangsa demi negeri yang di cintainya ini. Bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghargai sejarahnya. Sumpah Pemuda merupakan cerminan semangat kaum muda masa
lalu untuk bersatu melawan penindasan pada masanya. Hari ini tantangan yang
dihadapi Indonesia jauh lebih besar, dan sudah merupakan tugas Pemuda untuk kemudian
menjawabnya.