Rabu, 25 Desember 2013

BELAJARLAH DARI FREEDOM WRITERS



           Freedom writers tidak termasuk dalam kategori film “box office” yang menghabiskan ratusan juta dollar dalam penggarapannya, dibintangi artis Hollywood papan atas, ataupun visual effect yang canggih, film ini menyajikan drama sederhana yang menceritakan kisah heroik seorang guru dan para murid dari ruangan 203 menata masa depan mereka dengan melawan kerasnya kehidupan yang sedang mereka hadapi. Freedom Writers merupakan sebuah karya inspiratif yang mengajarkan kita kembali bagaimana pentingnya menghargai sebuah perbedaan, melawan sistem pendidikan birokratis yang terlalu kaku, dan nilai-nilai kejujuran. Nilai yang mungkin sulit ditemukan dalam tatanan masyarakat multikultural yang tumbuh dalam konflik berlatarbelakang rasisme dan primordial yang kuat. Film ini merupakan kisah nyata dari buku harian murid-murid yang berada di ruang 203 sekolah Woodrow Wilson H.S Long Beach, California, Amerika Serikat. Buku harian tersebut Kemudian disatukan oleh guru bahasa inggris favorit mereka, Erin Grunwell.
           Film freedom writers berlatar belakang Kondisi Amerika di tahun 1994-1996 yang masih kental dengan nuansa rasisme, dimana masing-masing ras saling berusaha menyerang ataupun mempertahankan diri serta wilayah satu sama lain. Kondisi itu pun terbawa sampai ke sekolah Woodrow Wilson H.S Long Beach, sekolah yang mendapatkan otonomi sekolah terintegrasi dengan sistem pendidikan multikultural. Di sekolah inilah semuanya berawal. Dikisahkan dengan masuknya sosok Ms. Grunwell, seorang wanita berpendidikan tinggi dan idealis yang memutuskan untuk mengajar pertama kalinya  di sekolah ini. Kenyataan yang didapatkan oleh Ms. Grunwell tidak seperti yang dia harapkan. Tidak adanya antusias para murid dalam menerima pelajaran, gesekan yang dapat timbul hanya karena hal sepele yang memicu perkelahian dalam kelas dan sentimen miring dari pihak sekolah sendiri terhadap murid-murid yang dihadapinya. Konflik yang dihadapi Grunwell tak menciutkan nyalinya dalam mengajar. Dia belajar mengenal muridnya dengan pendekatan personal kultural dengan memasuki dunia mereka. Dengan musik rap, permainan kelompok dalam kelas dan pelajaran sejarah kelamnya rasisme tentang peristiwa pembantaian bangsa Yahudi oleh Nazi di Eropa, “Hollocaust”.
Para murid kemudian di ajak mengenal peristiwa tersebut melalui tour di museum, membaca buku “Diary of Anna  Frank” salah satu korban peristiwa Hollocaust dan bertemu dengan Mip Gies, perempuan yang sempat menyelamatkan Anna Frank. Sejarah kelam tersebut akhirnya mengubah pandangan para murid tentang isu rasisme yang sedang mereka hadapi dalam lingkungan mereka. Akhirnya sekat antara murid-murid dalam kelas 203 pun perlahan hilang. Grunwell sendiri kemudian mengajak muridnya untuk menuangkan keseharian mereka dengan menulis di sebuah buku harian.
           Konflik-konflik yang muncul dalam freedom writers memberikan kondisi sebenarnya dalam isu-isu rasisme dan primordial yang mungkin kita alami sendiri hari ini dalam bentuk yang lain. Gesekan rasisme dalam freedom writers digambarkan melalui perang geng dan perkelahian yang terjadi dalam sekolah oleh para siswa. Di dunia nyata hal ini dapat terlihat perkelahian atau penyerangan kelompok yang dapat dilatarbelakangi oleh egosime kelompok, perbedaan kelas ataupun isu agama. Hal yang tidak bisa di lupakan selanjutnya ialah diskriminasi pendidikan yang terjadi dalam sekolah. Pembagian kelas berdasarkan warna kulit, penempatan sebuah kelas yang dipenuhi siswa berprestasi, dan kelas dengan fasilitas yang lebih memadai dari kelas lainnya. Sekolah sebagai almamater pun jadi penjara dengan topengnya sendiri.
         Film freedom writers sendiri diangkat dari novel yang berjudul The Freedom Writers Diary” yang diterbitkan pada tahun 1999. Saya sendiri belum pernah membaca bukunya secara langsung. Sehingga mungkin saja masih banyak hal-hal yang belum sempat tersampaikan dalam versi filmya. Meskipun begitu pesan sederhana yang bisa kita jadikan pelajaran ialah untuk selalu belajar saling menghargai satu sama lain. Learn to respect and creating peace!

0 komentar:

Posting Komentar